Ngobrolin RUU PRRT, PR yang Selalu Digeser DPR

Oleh Nopen

Minggu, 25 Agustus 2024 yang lalu, Srikandi Lintas Iman bekerjasama dengan Gusdurian, Perempuan Mahardika, KLI LKIS, dan Jala PRT mengadakan nonton bareng (nobar) dan diskusi film.

Pemutaran film diadakan di ruang Bhineka, Syantikara Youth Center. Diskusi dipantik Yuli Maheni dari Jala PRT, dan dimoderatori Ari Surida dari Srili.

Film berjudul “Mengejar Mba Puan” ini mendokumentasikan perjuangan panjang RUU PPRT yang masih tersandera DPR. Seperti judulnya, perjuangan berat RUU PPRT dimulai dari mengejar ketua DPR, Puan Maharani oleh teman-teman PRT demi perlindungan hukum atas ketidakadilan yang mereka alami.

Dalam diskusi yang berlangsung, baik narasumber dan peserta saling berbagi bagaimana kondisi PRT.

PRT rentan dari kekerasan dalam berbagai bentuk. Kasus terdekat terungkap dari Desa Bener, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta. PRT ini mengalami kekerasan fisik seperti sayatan, hingga disekap dan tidak diberi makan. Kisah pilu tersebut menjadi satu dari sekian banyak kasus kekerasan terhadap PRT.

Dikutip dari CNN Indonesia, Jala PRT telah mendapatkan aduan sebanyak 600 aduan kekerasan terhadap PRT sepanjang 2023. Salah satunya, kerentanan posisi PRT memudahkan mereka menjadi obyek eksploitasi dan perdagangan manusia.

Negoisasi lalu menjadi skill penting bagi PRT untuk mendapatkan keadilan dalam pekerjaannya. Akan tetapi, karena ketimpangan relasi kuasa dan power antara majikan dan PRT, negosiasi umumnya sulit untuk dilakukan.

RUU PPRT diasumsikan bisa menjadi alat untuk melindungi PRT dari ketimpangan kuasa, apabila bisa segera disahkan. Hanya saja, sudah 2 dekade ini proses pengesahan RUU PPRT tak juga dilakukan. DPR mengemukakan alasan bahwa RUU PPRT tidak penting sebagaimana RUU yang lain.

Bisa dibayangkan nasib PRT yang terus “digantung” dalam ketidakpastian hukum!

Karenanya, yuk kita terus kawal dan memperjuangkan pengesahan RUU PPRT ini!