“Srili itu tidak FOMO, maksudnya sekadar ikut-ikutan saja ketika ada isu di masyarakat. Meski tidak seketika reaktif, anggota-anggotanya sendiri, sesungguhnya tetap kritis menyikapi!”
Nina Mariani Noor
Sebagai mantan pengurus di bagian media dan jaringan, saya membenarkan Mbak Nina. Bila ada isu yang sliweran baik di dunia maya dan dunia nyata, saya, dan teman-teman di Srili riuh ramai di WhatsApp Grup, mempertanyakan, mendiskusikan, termasuk bagaimana seharusnya merespons.
Karena sejatinya isu yang menjadi perhatian komunitas kami merupakan hal yang sangat mudah ‘digoreng’ publik. Kekerasan Berbasis Agama, Pelarangan Tempat Ibadah, atau isu kekerasan lain, baik berbasis gender, maupun isu perempuan dan anak. Bila komunitas lain seketika bisa merespons dengan sikap tertentu, Srili menyikapinya dengan berbeda. Salah satunya mengajak dialog, dan atau melalui literasi media, mengemasnya menjadi konten edukatif atau tanya jawab dalam bentuk live. Beberapa kali malah terselenggara webinar untuk mendiskusikan isu-isu tersebut.
Komunitas apa atau siapa sih Srili ini sejatinya? Didirikan hampir satu dekade lalu, saya tak hendak memulai dengan pertanyaan, siapa yang tidak tahu Srili? Karena nyatanya ketika suatu waktu saya mencantumkan diri beridentitas anggota Srili kepada salah satu media atau kenalan baru, baik di Yogya maupun luar Yogya; tetap saja muncul pertanyaan Srili itu apa, atau komunitas yang bergiat di bidang apa tepatnya.
Sejak Agustus 2015, Srili, singkatan untuk Srikandi Lintas Iman telah mengukuhkan diri sebagai komunitas perempuan lintas iman dengan nilai-nilai utama, solidaritas, dialog, lintas identitas, empati dan berdaya.
“Awal pendirian anggotanya hanya tiga puluh dua orang, lalu ditambah beberapa teman. Sekarang lebih dari dua ratusan orang, tak hanya di Yogya, juga daerah lain di Indonesia, sesuai dengan yang tercatat di grup WhatsApp. Dulu anggota atau pengurus, kebanyakan sudah berkegiatan atau sebagai aktivis di masyarakat, saat ini ada beberapa yang baru memulai pengalaman sebagai aktivis melalui Srili,” tutur Pendeta Kristi, mantan koordinator Srili periode 2022-2024, yang akrab dipanggil BuPend.
“Dulu awalnya saya diundang teman-teman yang sudah menjadi anggota untuk masuk ke Srili, karena saya mewakili Ahmadiyah. Kalau saat ini Srili malah telah membuka peluang kepada banyak perempuan, yang tertarik pada kegiatan Interfaith melalui proses Open Recruitment,” tambah Mbak Nina, yang kini menjadi salah satu pembina Srili.
Sebagai komunitas yang fluid (cair), sifat keanggotaan maupun kepengurusan memang bersifat volunteering (kesukarelaan). Tanpa ditetapkan bayaran, para perempuan lintas iman ini meluangkan waktu dan pikirannya, untuk merancang, saling berdiskusi dan bermufakat menyelenggarakan berbagai kegiatan, baik untuk kalangan sendiri maupun untuk umum.
“Awalnya semua kegiatan Srili malah swadaya. Sekarang Srili malah punya banyak koneksi network, bisa mengajukan proposal atau kerjasama untuk membuat banyak kegiatan. Apalagi karena anggotanya juga anggota komunitas lain, jadi jejaringnya makin meluas,“ cetus Mbak Nina lagi.
Networking atau berjejaring dan kerjasama inilah yang membuka peluang beberapa orang mengenal dan akhirnya ‘melebur’ menjadi anggota Srili. Salah satunya Sulma Samhaty, yang kini menjadi guru di Semarang.
“Aku paling berkesan dengan program Srili semasa Covid. Waktu itu ada Beasiswa Literasi Media yang beruntung aku dapatkan. Sungguh pelatihan online yang diprogramkan saat itu sangat membantuku tetap waras di tengah gempuran pandemi. Kami didorong untuk menuliskan pengalaman perempuan, dan sungguh itu menjadi stress healing-ku!”
Sulma yang mengenal komunitas ini melalui Istiatun, tantenya yang bermukim di Yogya dan sudah bergabung dengan Srili, menuturkan hal lain yang mengesankannya. Dia menjadi punya peluang, bisa melakukan interaksi lintas iman. Sebuah pengalaman baru dan berbeda selepas 11,5 tahun hanya berinteraksi dengan sesama perempuan Islam di Pondok Pesantren.
Lovie Pristiani, ibu rumah tangga di Jakarta yang juga jebolan Beasiswa Literasi Media Srikandi Lintas Iman, seangkatan Sulma, mengungkapkan. “Aku seneng banget ternyata ada komunitas perempuan yang peduli dengan isu isu toleransi dan intoleransi, isu perempuan, yang menyangkut kegiatan perempuan, membahas pemikiran perempuan, dll.”
“Aku berharap kelak, isu-isu yang dimunculkan khususnya isu perempuan bisa bergaung lebih luas, termasuk berharap juga bahwa Srili, terutama kegiatan-kegiatan offline-nya tidak hanya diperuntukkan untuk perempuan di Yogya saja.” Tambahnya lagi.
Kesan serupa disampaikan Eka Ayu, yang saat ini menjadi staf Kemenko PMK. Dia juga anggota Srili sesama alumni Beasiswa Literasi Media, yang bahkan dengan sengaja mengambil cuti bekerja agar bisa ikut Pelatihan Literasi Media untuk Pemilu Damai di Yogyakarta, tahun 2023 yang lalu.
Srili yang dikenalnya memiliki pemahaman mendalam dan mampu memberikan dasar yang baik untuk memahami isu-isu yang berkembang di masyarakat. Baik isu lintas iman, toleransi dan intoleransi, termasuk bagaimana perempuan berinteraksi antar generasi.
Impresi lain dituturkan mantan anggota tim kampanye Pemilu Damai Srikandi Lintas Iman, yang juga aktif di KPPS di dekat tempat tinggalnya di Bantul selama Pilpres dan Pilkada, Afifah Nur Sansidar. Terutama tentang komunitas yang cair dan volunteering ini.
“Program di Srili sebenarnya sudah cukup mengena, akan tetapi karena kendala kesibukan masing-masing pengurus dan anggotanya, yang juga bekerja atau aktif di komunitas masing-masing; kegiatan-kegiatan menariknya tidak bisa dilaksanakan dalam jangka waktu yang dekat dan rutin.”
Affi sendiri yang menjadi anggota Srili melalui proses Open Recruitment, mengakui mengagumi Srili sejak awal. Takjub dia mengetahui fakta adanya sebuah komunitas, yang isinya perempuan berbagai agama dan kepercayaan dari pelbagai usia, bisa mewadahi berbagai macam keragaman dan perbedaan, saling berdampingan tanpa mempermasalahkan perbedaan itu, dengan visi misi yang sama untuk kedamaian dan ketentraman hidup bersama.
Pendeta Kristi membagikan pengalamannya mengampu Srili sepanjang 2022 sampai April 2024 yang lalu, terkait dengan program dan kegiatan yang diutarakan Affi di atas.
“Selama ini, kebanyakan program Srili bersifat spontan, dalam artian bukan disiapkan untuk setahun, misalnya. Sekalipun tetap ada yang dirancangkan untuk bisa dilakukan setahun ke depan, misalnya, tetapi lebih banyak kegiatannya mengakomodir ide-ide dan tawaran-tawaran kerja sama yang muncul di tengah jalan. Jadi, program-programnya cenderung lebih cair dan fleksibel. Bisa lebih update juga.”
Pendeta Kristi mengakui kendala pada akhirnya adalah waktu masing-masing pengurus yang telah memiliki kepadatan jadwal kegiatan masing-masing. Termasuk kesulitan berkoordinasi untuk menyamakan waktu yang pas bagi semua. Namun, bila kegiatan yang direncanakan seketika, umumnya bisa terlaksana sesuai rencana dan sukses.
Pernyataan Mbak Nina berikut mungkin bisa memberi pandangan berbeda “Sebagai komunitas yang cair di mana masing-masing anggota punya kesibukan; kita memang tak bisa melihat jumlah, banyaknya atau maksimalnya kegiatan yang dibuat. Tapi, saya percaya, implikasi dari target kegiatan Srili yang tertuju kepada perempuan dan anak, tetap tercapai. Malah bisa meluas. Satu perempuan yang hadir pada kegiatan, dia bisa berbagi kepada anaknya, bisa berbagi juga kepada anggota komunitas yang diikuti.”
Pernyataan Pendeta Kristi berikut mungkin sesuai untuk judul yang saya pilihkan untuk tulisan ini. Bahwa Srikandi Lintas Iman, senantiasa menjadi harapan para perempuan lintas identitas, lintas generasi dan terutama lintas iman.
“Antusiasme pengurus untuk mengadakan kegiatan dan menghidupkan Srili dari waktu ke waktu selalu sama. Sekalipun tidak semua anggota terlibat, selalu ada yang tidak patah semangat untuk menghidupkan Srili. Ya, tak menutup kemungkinan ada saja anggota yang “diam”, tapi tak berarti mereka tak menjadi bagian dari Srili. Mereka bahkan selalu memberi dukungan penuh kepada Srili, meski tidak ikut beraktivitas aktif.”
Mudah-mudahan ‘jiwa’ para anggota Srili selalu demikian dalam memberi harapan setiap gerakan yang dilakukannya.
Dirgahayu Srili! Panjang umur perjuangan perempuan lintas iman!