Rembuk Aspirasi Perempuan oleh Srikandi Lintas Iman Yogyakarta: Menyatukan Suara untuk Perempuan Setara Berpolitik

Oleh Zerah Reelaya Waang – Pekerja lepas, Fresh Graduate Prodi Filsafat Keilahian Universitas Kristen Duta Wacana.

Pesta Pemilihan Umum akan berlangsung pada tahun 2024. Momen ini sekaligus mengingatkan pada situasi politik di Indonesia yang masih banyak perlu dibenahi termasuk dalam hal keterlibatan dan isu-isu seputar perempuan dan kelompok rentan lainnya.

Affirmative Action yang ditetapkan pemerintah dengan memberikan kuota 30% bagi perempuan untuk duduk di parlemen merupakan salah satu langkah untuk mengikutsertakan perempuan dalam politik di Indonesia. Faktanya hal itu masih belum mampu menyuarakan perspektif perempuan secara optimal.

Salah satu penyebabnya, adanya pengaruh “dinasti perempuan” di mana pemangku suara tersebut hanya berasal dari kalangan tertentu saja, sehingga suara perempuan dan kelompok rentan lainnya belum dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan yang menjawab kebutuhan kelompok tersebut.

Padahal, suara perempuan merupakan bagian besar dari suara masyarakat Indonesia yang berhubungan dengan berbagai aspek penentu pembangunan bangsa menuju tahun Indonesia Emas 2045.

Peran perempuan dan tentu saja kesetaraan gender menjadi penting untuk mencapai hal di atas, dan bukan saja sebatas pada kuota, melainkan juga pada kualitas dan dampak kuota tersebut.

Srikandi Lintas Iman percaya bahwa perempuan yang berdaya dapat memberdayakan lingkungannya dan tidak akan mudah diperdayakan. Hal ini perlu diperhatikan termasuk dalam dunia politik, agar setiap perempuan yang memegang kekuasaan di tingkatan tertentu dapat menjadi perwakilan yang menyuarakan perspektif perempuan dan kelompok rentan lainnya.

Hal inilah yang menjadi poin penting dalam Rembuk Aspirasi yang diselenggarakan oleh Srikandi Lintas Iman pada 28 Oktober 2023 lalu di Balai Diklat Industri Yogyakarta sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda.

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber yakni Dr. Amalinda Savirani, M.A yang merupakan seorang dosen Fisipol di Universitas Gadjah Mada dan Sri Surani, S.P yang merupakan anggota KPU DIY (Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM). Adapun para peserta yang hadir berasal dari berbagai komunitas dan latar belakang seperti perwakilan agama, FKUB DIY, GMKI, kelompok tuli, komunitas naracita, dan seterusnya.

Forum ini menghasilkan beberapa poin seruan sebagai bentuk kepedulian akan peran perempuan dan situasi politik di Indonesia, terutama bagi penyelenggaraan pemilu yang damai.

Berikut poin-poinnya:

  1. Mendorong partai politik untuk melakukan pendidikan politik yang bersih dan sehat.
  2. Mendorong agar kebijakan affirmative action dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah dan partai politik.
  3. Mendorong agar legislator perempuan lebih banyak menyuarakan isu-isu keberpihakan kepada perempuan dan kelompok disabilitas, dan kelompok minoritas lainnya.
  4. Mendorong peluang dan akses yang setara bagi perempuan untuk melakukan partisipasi politik dan mempengaruhi proses politik dengan perspektif perempuan.

Harapannya, poin-poin tersebut dapat menjadi aksi nyata dan terlaksana. Bukan saja dari Forum Rembuk Aspirasi Perempuan ini, tetapi juga bagi seluruh kalangan masyarakat dalam mengawal pemilu tahun 2024 nanti.

Terlepas dari perbedaan calon-calon yang dipilih, memperjuangkan suara perempuan, disabilitas, dan kelompok rentan seharusnya menjadi pekerjaan rumah bersama.

Bukankah “Pemilu sementara, kita selamanya”?