Di sebuah sudut Yogyakarta, tepatnya di GKJ Gondokusuman dan Syantikara Youth Center, sekelompok individu berkumpul dalam sebuah acara yang tidak biasa—Sekolah Keberagaman Difabel. Acara ini bukan hanya sekadar pertemuan, tetapi sebuah ruang belajar yang merangkul keberagaman, menghapus prasangka, dan menumbuhkan rasa inklusivitas di tengah masyarakat. Praktik baik ini merupakan upaya Srikandi Lintas Iman dalam membuka akses pengetahuan yang lebih luas bagi penyandang disabilitas terkait isu keberagaman, perdamaian, dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Melalui kegiatan Sekolah Keberagaman untuk Difabel, peserta didorong untuk turut serta menerima dan merayakan keberagaman, sekaligus menjadi agen perdamaian di tengah masyarakat.
Menjadi Bagian dari Keberagaman
Sejak awal sesi, suasana penuh semangat sudah terasa. Setiap peserta memperkenalkan diri dengan caranya masing-masing, tidak hanya menyebut nama tetapi juga membagikan sesuatu yang membuat mereka unik. Esra, seorang tuli, bercerita tentang kecintaannya pada motor custom. Stenli, yang memiliki low vision dan albino, menuturkan bagaimana ia tetap mandiri dalam aktivitas sehari-hari. Sementara itu, Fatia menggambarkan dirinya seperti matahari yang selalu bersinar. Perkenalan ini mengingatkan bahwa setiap orang memiliki cerita dan keistimewaan tersendiri.

Menghapus Udara Prasangka
Salah satu sesi yang paling menarik adalah ketika peserta membahas tentang prasangka. Banyak di antara mereka yang menyadari bahwa prasangka sering kali muncul dari asumsi yang belum tentu benar. Fatia mengatakan bahwa prasangka adalah perasaan, sementara Akbar menambahkan bahwa prasangka adalah sikap terhadap seseorang yang belum kita kenal. Sesi ini menjadi refleksi penting bahwa memahami orang lain memerlukan keberanian untuk bertanya dan mendengarkan.
Melalui diskusi kelompok, para peserta berbagi pengalaman tentang prasangka yang pernah mereka hadapi. Beberapa di antara mereka mengalami diskriminasi saat beribadah, kesulitan mendapatkan pendidikan inklusif, hingga ditolak dalam komunitas karena kondisi mereka. Namun, yang menarik adalah bagaimana mereka belajar untuk tetap tegar dan berusaha mendidik masyarakat agar lebih memahami keberagaman.

Keberagaman dalam Beragama
Dalam sesi “Unity in Diversity”, peserta berbagi tentang keunikan agama dan bagaimana kepercayaan mereka memandang keberagaman. Fay menjelaskan tentang tradisi tahlilan dalam Islam NU, sementara Yuyun berbagi pengalaman sebagai Muslim di Bali saat Nyepi. Esra menceritakan tentang gereja yang menyediakan teks untuk jemaat tuli di Wonosobo, tetapi tidak di Yogyakarta. Kisah-kisah ini membuka mata bahwa aksesibilitas dalam beribadah masih menjadi tantangan, tetapi juga ada banyak praktik baik yang bisa dijadikan inspirasi.
Tak sedikit peserta yang masih mengalami hambatan dalam menjalankan ibadah. Fatia, misalnya, tidak diperbolehkan ikut takbiran di kampungnya, dan Isti merasa terasing karena takbiran di tempatnya tidak inklusif. Cerita-cerita ini menggarisbawahi pentingnya advokasi agar rumah ibadah lebih terbuka bagi semua orang, termasuk penyandang disabilitas.
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, peserta diajak untuk membuat kampanye digital inklusif. Melalui media sosial, mereka ingin menyebarkan pesan toleransi dan aksesibilitas dalam kehidupan beragama. Dengan memanfaatkan platform seperti TikTok dan Instagram, mereka merancang konten yang mengedukasi masyarakat tentang hak-hak penyandang disabilitas dan bagaimana menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
Keberagaman adalah Kekuatan
Sekolah Keberagaman Difabel ini bukan sekadar acara, melainkan sebuah gerakan kecil yang berdampak besar. Para peserta belajar bahwa keberagaman bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk dirayakan. Dengan saling memahami dan bekerja sama, dunia bisa menjadi tempat yang lebih ramah bagi semua orang, tanpa terkecuali.

Acara ini mengingatkan kita bahwa inklusivitas bukan sekadar teori, tetapi sebuah aksi nyata. Semua orang berhak mendapatkan tempat di tengah masyarakat, dan tugas kita bersama adalah memastikan bahwa tak ada satu pun yang tertinggal. Mari terus merangkul keberagaman, karena di dalamnya terdapat kekuatan yang luar biasa.