Refleksi kegiatan seminar & training “Empowering The Interfaith Women for Peacebuilding in Southeast Asia”.
“Perempuan itu sumber fitnah!”
“Perempuan lebih emosional sehingga mudah terbawa perasaan, bahkan suka marah-marah”
“Perempuan penyebab jatuhnya manusia ke dalam dosa!”
Dan seterusnya…
Kalimat-kalimat serupa di atas masih berseliweran di masyarakat. Tidak sedikit stereotip yang kemudian menjadi stigma dan merugikan kelompok tertentu termasuk perempuan. Lalu, di tengah prasangka yang ada, bisakah perempuan menjadi seorang agen perdamaian? Apakah perempuan punya peran dalam mewujudkan perdamaian?
Pertanyaan-pertanyaan itu terjawab dalam kegiatan seminar dan training yang dilakukan oleh Srikandi Lintas Iman bekerja sama dengan Universitas Nahdlatul Ulama dan Universitas Kristen Duta Wacana serta didukung oleh KAICIID Dialogue Centre pada tanggal 27-30 November 2023 di Yogyakarta.
Rangkaian kegiatan terbagi menjadi seminar yang berlangsung di Aula Universitas Nahdlatul Ulama pada 28 November 2023, dan training pada 28-29 November 2023 yang dilakukan bersama peserta undangan dari berbagai komunitas lintas iman di Asia Tenggara berlangsung di Loman Park Hotel Yogyakarta.
Para peserta tersebut antara lain berasal dari Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Yogyakarta, dengan latar belakang agama/kepercayaan yang berbeda-beda hadir untuk berdiskusi bersama mengenai peran perempuan sebagai agen perdamaian melalui komunitas lintas iman.
Seminar menghadirkan empat orang narasumber yakni Teresita C. Mirafuentes, RPsy, MPsy, RPm, Ustazah Liyana Rosli Asmara, Dr. Arifah Rahmawati, dan Pdt. Paulus Sugeng Widjaja, MAPS, Ph.D. yang membagikan perspektif mereka mengenai peran perempuan dalam perdamaian.
Keempatnya sepakat bahwa perempuan memiliki peran yang amat penting dalam mewujudkan perdamaian. Hal ini dibagikan para narasumber baik berdasarkan pengalaman di lapangan bersama komunitas, maupun perkembangan teori dan penelitian yang dilakukan.
“Damai bagi orang-orang dapat memiliki arti yang berbeda-beda. Bagi seseorang, damai bisa jadi saat tidak dilukai secara fisik, atau tidak adanya perang, sementara bagi orang lain damai bisa berarti merasakan ketenangan batin, atau terlepas dari penghakiman orang lain.
Artinya damai itu juga bergantung pada pengalaman individu dan/atau kolektif. Ada istilah damai negatif berarti tidak ada perang dan kekerasan dalam bentuk apapun, sedang damai positif berarti nirkekerasan lalai berlanjut dengan mewujudkan keadilan demi keharmonisan.” (disarikan dari rangkuman penjelasan para narasumber)
Sementara itu, dalam sesi training menghadirkan tiga orang fasilitator yakni Wiwin S. A. Rohmawati, Lucia Dwi Krisnawati, dan Endah Setyowati yang berproses bersama para peserta untuk mempraktikkan peran perempuan sebagai peacebuilder melalui pelatihan menjadi seorang mediator.
Ruang belajar ini menjadi tempat yang aman dan inklusif dengan cara menghargai dan mendengarkan suara setiap orang sekalipun memiliki pendapat yang berbeda.
“Perempuan memiliki peran yang strategis sebagai seorang peacebuilder. Pertama-tama, sebab perempuan pun adalah manusia yang memiliki kapasitas yang mumpuni selayaknya manusia laki-laki.
Kedua, perempuan terlibat dalam kehidupan, artinya perempuan dapat mengupayakan perdamaian dalam berbagai lini di mana ia berada. Dari lingkup keluarga, komunitas, tempat kerja, dan seterusnya.
Di dalam upaya tersebut, kolaborasi sangat diperlukan termasuk melalui komunitas lintas iman. Hal-hal konkret yang bisa dilakukan ialah sungguh-sungguh mendukung setiap perempuan untuk berdaya, juga dengan jalan menginisiasi program kerja seperti pelatihan, membuka ruang dialog, dan seterusnya.”
(Rangkuman atas diskusi mengenai peran perempuan sebagai peacebuilder)
Dari rangkaian kegiatan tersebut, terjawablah sudah bahwa perempuan sesungguhnya mampu menjadi seorang peacebuilder.
Dengan catatan, bahwa identitas gender seseorang tidak pernah menjadi penentu apakah ia dapat mengupayakan kebaikan bagi dirinya, keluarga, komunitas, atau bahkan negara.
Jalan untuk kebermanfaatan yang perlu kita dukung bersama, ya!